Minggu, 09 Juni 2013

"MATHEMATRICS"

Luangkan waktu sebentar untuk membaca hal-hal dibawah ini... Pahami baik-baik...

1 x 8 + 1 = 9
12 x 8 + 2 = 98
123 x 8 + 3 = 987
1234 x 8 + 4 = 9876
12345 x 8 + 5 = 98765
123456 x 8 + 6 = 987654
1234567 x 8 + 7 = 9876543
12345678 x 8 + 8 = 98765432
123456789 x 8 + 9 = 987654321

1 x 9 + 2 = 11
12 x 9 + 3 = 111
123 x 9 + 4 = 1111
1234 x 9 + 5 = 11111
12345 x 9 + 6 = 111111
123456 x 9 + 7 = 1111111
1234567 x 9 + 8 = 11111111
12345678 x 9 + 9 = 111111111
123456789 x 9 +10= 1111111111

9 x 9 + 7 = 88
98 x 9 + 6 = 888
987 x 9 + 5 = 8888
9876 x 9 + 4 = 88888
98765 x 9 + 3 = 888888
987654 x 9 + 2 = 8888888
9876543 x 9 + 1 = 88888888
98765432 x 9 + 0 = 888888888

Hebat kan?

Dan coba lihat simetri ini:

1 x 1 = 1
11 x 11 = 121
111 x 111 = 12321
1111 x 1111 = 1234321
11111 x 11111 = 123454321
111111 x 111111 = 12345654321
1111111 x 1111111 = 1234567654321
11111111 x 11111111 = 123456787654321
111111111 x 111111111 = 12345678987654321


Sekarang lihat ini:

101% dari sudut pandangan matematika :
Apakah  sama dengan 100%?
Apakah sama dengan LEBIH dari 100%?
Kita selalu mendengar orang berkata bahwa dia telah memberikan lebih dari 100%?


Kita selalu berada dalam situasi di mana seseorang menginginkan kita MEMBERIKAN SEPENUHNYA 100%
Bagaimana bila ingin MENCAPAI 101%?
Apakah nilai 100% dalam hidup?
Mungkin sedikit formula matematika di bawah ini dapat membantu mendapatkan jawabannya.

Jika:
ABCDEFGHIJKLMNOPQRSTUVWXYZ
Dinyatakan sebagai:
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26.

Maka:

KERJA KERAS
11 + 5 + 18 + 10 + 1 + 11 + 5 + 18 + 19 + 1= 99%

H-A-R-D-W-O-R- K
8+1+18+4+23+15+18+11 = 98%

Knowledge
11 +14 +15 +23 + 12 5 +4 +7 + 5 = 96%

SIKAP
19 + 9 + 11 + 1 + 16 + 4 + 9 + 18 + 9= 96%
Dalam Bahasa Inggris;
A-T-T-I-T-U-D-E
1+20+20+9+20+21+4+5 = 100%

Sikap diri atau attitude adalah perkara yang utama untuk mencapai 100% dalam hidup kita. Jika kita bekerja keras sekalipun tetapi jika tiada attitude yang positif dalam diri kita, kita masih belum berhasil mencapai 100% .

TAPI:

LOVE OF GOD
12 +15 +22 +5 +15 + 6 +7 +15 +4 = 101%

atau

SAYANG ALLAH
19 + 1 + 25 + 1 + 14 + 7 + 1 + 12 + 12 + 1 + 8 = 101%

SENYUM, SYUKUR, SELALU.. :)

Ketika Dakon Menjadi Alat Peraga Matematika


Setiap kali digelar pelajaran Matematika, para siswa kelas IV, V, dan VI SD Negeri Tuyuhan, Desa Tuyuhan, Kecamatan Pancur, Kabupaten Rembang, Jawa Tengah, selalu siap di kelas. Bahkan mereka antusias.
Mereka tak lagi takut dengan pelajaran Matematika terutama dalam menentukan faktor persekutuan terbesar (FPB) dan soal kelipatan persekutuan terkecil (KPK). Bagian ini menuntut kemampuan seseorang membayangkan sesuatu.
Pembelajaran itu dibuat agar menyenangkan. ”Pokoknya, yang kalah harus menggendong yang menang loh, ya,” kata Miratus Solikah kepada Naimatul Badiah, Selasa (23/9).
Setelah suit, kedua siswi Kelas VI SD Negeri Tuyuhan itu segera memainkan alat permainan tradisional yang disebut dakon itu. Alat itu terbuat dari tripleks sepanjang sekitar 100 sentimeter dan lebar 25 sentimeter.
Di badan tripleks itu terdapat 75 lubang kecil yang terbagi menjadi tiga baris menjadi 25 lubang pada setiap baris. Di atas setiap lubang di barisan teratas dituliskan angka 1-25.

Adapun di bawah baris terakhir terdapat tiga lubang besar untuk wadah biji dakon yang biasanya dari biji pohon asem, sawo, dan batu kerikil atau kapur. Lubang-lubang itu terbuat dari bekas wadah agar-agar atau jeli, penganan anak-anak.

”Kami menyebut alat peraga itu sebagai dakon FPB dan KPK lantaran alat itu bisa digunakan untuk menghitung bilangan-bilangan itu tanpa membuat deret dan pohon faktor,” kata guru SD kelas V SD Negeri Tuyuhan Dwi Kartikasasi di Rembang.
Ia mengatakan, alat peraga itu dibuat Slamet, salah seorang pengajar di SD Tuyuhan. Alat itu bisa dibuat sesuai kebutuhan bilangan yang mau dihitung dengan cara menambah lubang, baik yang memanjang maupun yang membujur.
Cara memainkannya adalah dengan meletakkan biji-biji dakon satu per satu di lubang dakon sesuai dengan kelipatan atau perkalian faktor.
Syaratnya, siswa harus hafal kelipatan dan perkalian yang sudah diajarkan di kelas IV.
Misalnya, untuk menentukan KPK 2 dan 3, siswa harus meletakkan biji dakon sejumlah kelipatan 2 di lubang-lubang baris pertama sesuai nomor lubang dakon dan kelipatan dua, yaitu 2, 4, 6, 8, dan seterusnya.
Saat menjabarkan kelipatan 3, siswa menaruh biji dakon di lubang-lubang baris kedua sesuai nomor lubang dakon dan kelipatan 3, yaitu 3, 6, 9, 12, dan seterusnya.
”Dari baris lubang pertama dan kedua, siswa bisa menentukan KPK dengan melihat biji dakon yang letaknya satu kolom atau berada pada nomor lubang dakon yang sama,” kata dia.

Miratus Solikah dan Naimatul Badiah mengaku terbantu memahami pelajaran itu. Namun, alat itu masih terbatas lantaran tidak bisa untuk menghitung FPB dan KPK lebih dari 50.
”Kalaupun bisa, dakon harus dibuat panjang dengan 50 lubang. Tangan kami jadi tak sampai nanti,” kata Solikah sambil tersenyum. Apa pun kekurangannya, setidaknya Slamet telah membuat inovasi demi kemajuan anak didik. (Harian Kompas) 

Musik Tingkatkan Kemampuan Matematika Anak



Matematika dan sains merupakan pelajaran yang menjadi momok bagi sebagian besar anak Indonesia. Namun sebenarnya ada cara membuat si kecil menyukai matematika dan sains sejak dini lho. Caranya dengan mengenalkannya pada musik.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa musik klasik dapat meningkatkan sekaligus memperkaya perkembangan otak anak di bawah usia tiga tahun. Hasil tersebut dicapai melalui ritme, melodi dan harmonisasi. Sebuah penelitian yang dilakukan Gordon Shaw, seorang dokter terkemuka, juga menyimpulkan bahwa musik klasik dapat memperkaya kemampuan spatial otak atau kemampuan memahami konstruksi obyek dua dan tiga dimensi. Nah, kemampuan ini sangat penting bagi penguasaan ilmu matematika dan sains.
Sejumlah manfaat lain yang bisa didapat si kecil dari mendengarkan musik antara lain:
1. Mampu merangsang tidur nyenyak dan mendorong produksi hormon pertumbuhan
2. Menenangkan tubuh, otot dan saraf, membantu mempersiapkan otak untuk belajar serta meningkatkan kecerdasan intelektual (IQ) dan emosional (EQ)
3. Dalam format, ritme dan melodi yang berbeda, musik dapat merangsang fungsi otak dan menciptakan serat saraf ada otak yang berguna dalam kemampuan di bidang matematika dan sains di masa depan.
4. Mendorong komunikasi antar sel saraf, meningkatkan kemampuan bahasa dan membaca
5. Mampu meningkatkan pertumbuhan emosional, daya khayal dan kreativitas anak
6. Menawarkan kesenangan, mendorong otak anak untuk mengatur kembali ide-ide, mengembangkan daya ingat dan menggunakannya secara efisien.

Nah, perkenalkan si kecil pada musik sejak dini ya Bu. 

Keajaiban Dibalik Perhitungan Matematika

Matematika merupakan cabang utama dari ilmu Filsafat. Yang menjadi ibu dari segala ilmu. Dengan demikian, pengajaran matematika menjadi salah satu hal yang pokok dalam menanamkan nilai-nilai dasar ilmu pengetahuan.  Belajar matematika sangat menyenangkan, karena dibalik apa yang kita merasa sulit, matematika menghadirkan keajaiban dalam perhitungan. Ada banyak sekali perhitungan asyik dalam matematika. Beberapa diantaranya dapat disimak dalam uraian di bawah ini.
1.  Perkalian dengan bilangan sebelas. Ada cara ajaib dalam mengalikan suatu bilangan dengan bilangan sebelas. Misalnya kita akan mengalikan 63 dengan 11, maka 63 x 11 adalah ….
6 3 x 11 = 6 (6+3) 3 = 693
2431 x 11 =
2 . . .4 . . . 3 . . . 1 = 2 (2+4) (4+3) (3+1) 1
= 2 6 7 4 1

2. Pengkuadratan bilangan dengan akhir lima. Ada cara ajaib dalam mengkuadratkan suatu bilangan dengan akhir lima. Kamu pasti sudah mengetahui bahwa 5 kuadrat = 5×5, jadi 5 kuadrat = 25. Bagaimana dengan 25 kuadrat , 35 kuadrat, atau 65 kuadrat ? Cara ajaibnya adalah:
25 kuadrat = 2 x(2+1) … 25 = 6 25
Untuk mengkuadratkan 25, ambilah angka yang pertama, yaitu 2, dan kalikan dengan bilangan itu sendiri setelah menambahkan 1 yaitu, 3.
Tulis hasil diatas dengan dan simpan 25 dibelakangnya untuk memperoleh hasil yang benar.
35 kuadrat = 3 x (3+1) … 25 = 12 25
Untuk mengkuadratkan 35, ambilah angka yang pertama, yaitu 3, dan kalikan dengan bilangan itu sendiri setelah menambahkan 1 yaitu,4.
Tulis hasil diatas dengan dan simpan 25 dibelakangnya untuk memperoleh hasil yang benar.
65 kuadrat = 6 x (6+1) … 25 = 42 25
Untuk mengkuadratkan 65, ambilah angka yang pertama, yaitu6, dan kalikan dengan bilangan itu sendiri setelah menambahkan 1 yaitu,7.
Tulis hasil diatas dengan dan simpan 25 dibelakangnya untuk memperoleh hasil yang benar.
3. Selisih dua kuadrat. Bila ada dua bilangan kuadrat diselisihkan, maka cara ajaibnya adalah kedua bilangan tersebut ditambahkan, dikalikan hasil pengurangan kedua bilangan tersebut. Misal ingin diketahui hasil dari 25 kuadrat – 24 kuadrat maka cara ajaibnya adalah:
25 kuadrat – 24 kuadrat = (25+24)x(25-24)
= 49 x 1
= 49

4. Berhitung dengan lima.
Membagi ataupun mengalikan dengan dengan menggunakan bilangan 5 bisa dibuat menjadi lebih mudah dan cepat jika kamu mengenali bahwa 5 memliki hubungan dengan bilangan 10. Bila kita ingin mengalikan 46828 x 5 cara ajaibnya adalah membagi semua angka dengan 2, kemudian meletakkan angka 0 dibelakangnya apabila akhir bilangan yang dikalikan 5 tersebut bilangan genap.
4 6 8 2 8 x 5 = …
4:2 6:2 8:2 2:2 8:2 = 2 3 4 1 4 0
2 3 4 1 4
Bila kita ingin mengalikan 86849 x 5 cara ajaibnya adalah membagi semua angka dengan 2, kemudian meletakkan angka5 dibelakangnya apabila akhir bilangan yang dikalikan 5 tersebut bilangan ganjil.
8 6 8 4 9 x 5 = …
8:2 6:2 8:2 4:2 9:2 = 4 3 4 2 4 5
4 3 4 2 4 sisa 1

5. Mengalikan dengan bilangan 25. Mengalikan suatu bilangan dengan 25 dapat dilakukan dengan cara membagi bilangan tersebut dengan 4, bila tepat habis tinggal ditambah angka nol nol dibelakangnya. Misala 28 x 25 maka hasilnya adalah 28 dibagi 4 adalah 7, sehingga 28 x 25 = 700. Contoh lain 32 x 25 cara mengerjakannya 32 dibagi 4 hasilnya 8, sehingga 32 x 25 adalah 800. Bila bilangan yang dikalikan 25 tersebut dibagi 4 sisa 1, maka hasil pembagiannya diberi 25, bila sisa 2 diberi 50, bila sisa 3 diberi 75. Contohnya bila 33 x 25, maka hasilnya 825, karena 33 dibagi 4 adalah 8 sisa 1, sehingga 32 x 25 = 825.

Mengajar Perkalian dengan Menggunakan Tutup Botol

Membangun pemahaman perkalian yang selama ini sering dilakukan adalah dengan cara menyuruh anak menghafal, berdiri di muka kelas. Bagi mereka yang tidak hafal mereka disuruh berdiri di sudut kelas sampai pelajaran usai.
Pembelajaran seperti ini di samping tidak menyenangkan, juga anak tidak mengetahui makna yang sebenarnya dari perkalian itu sendiri.
Sekarang berbeda, meskipun penulis baru sekilas mengenal PMRI, namun dapat merasakan bedanya terutama dengan suasana kelas yang menjadi lebih menyenangkan dan matematika bukan lagi matapelajaran yang menakutkan.

Berikut ini pengalaman penulis mengajar perkalian dengan menggunakan tutup botol bekas sebagai media pembelajaran. Alat ini sangat sederhana dan banyak ditemukan di sekitar anak.
Langkah pembelajaran sebagai berikut:
Anak diminta mencari 10 sampai 20 tutup botol bekas, seperti teh botol, coca cola, dan sebagainya, kemudian membawanya ke sekolah.
  1. Kegiatan ini boleh dilakukan berpasangan, berkelompok atau individu.
  2. Sebelum kita memulai pelajaran, anak disuruh mengamati benda yang ada di sekitar, misalnya kursi dan meja. Tanyakan berapa kaki meja atau kursi, anak akan menghitung dan menjawab 4 (empat); kemudian ditanya kalau dua atau tiga kursi berapa jumlah kakinya. Kita bisa pindah ke obyek yang lain, kaki anak misalnya ada berapa, bila 4 anak atau 5 anak berapa jumlah kakinya, dan seterusnya. Kegiatan ini membantu anak memahami konsep dasar perkalian sebagai penjumlahan berulang.
  3. 3. Berikut anak disuruh mengeluarkan tutup botol yang sudah mereka bawa, kemudian anak diminta menyusun tutup botol tiga-tiga ke bawah sebanyak empat susun. Tanyakan ada berapa susun atau berapa kali tiganya, kemudian berapa jumlahnya.
  4. Lakukan ini berulang-ulang dengan jumlah yang berbeda, misalnya dua-dua ke bawah sebanyak lima atau enam susun, kemudian ditanya jumlahnya dan seterusnya.
  5. Setelah mereka berulang-ulang mencoba dan dapat memahami konsep dasar perkalian, anak diminta menulis perkalian sesuai dengan yang mereka inginkan sebanyak sepuluh buah.
Dengan cara seperti ini anak menemukan sendiri konsep dasar perkalian, dan yang lebih penting dari itu pelajaran matematika menjadi bermakna dan menyenangkan. Ini modal dasar bagi seorang guru. 

Belajar Matematika dari Dapur Ibu



Sore itu sekitar jam 4 sore, saat bulan puasa seperti saat ini,  tidak biasanya Tom berada di dapur bersama ibunya. Ya, sambil menunggu waktu berbuka, dia menyaksikan ibunya memasak. Barangkali Tom sudah tidak tahan untuk segera berbuka. Maklum, saat itu Tom barulah usia 10 tahun, sekitar kelas 4 SD.  Waktu berbuka adalah waktu yang paling dinantinya saat di bulan puasa.
“Tom, kok nunggu buka puasanya di dapur?” tanya ibu sambil siap-siap menanak nasi. Tom hanya diam saja, seolah tak hirau dengan pertanyaan ibunya. Wajar sang ibu bertanya begitu karena biasanya, untuk menunggu berbuka puasa, Tom dan kawan-kawan sebayanya bermain-main di luar rumah.
“Kamu enggak tahan ya puasanya?” lagi ibu bertanya.
“Enggak kok, saya tahan!” jawab Tom, walau sebetulnya sudah lemas tubuhnya. Tetapi dia sengaja berkata begitu karena dia sudah bertekad untuk tidak batal puasa.
“Ya, biar enggak tergoda sama makanan, biar kamu tahan, nunggu bukanya jangan di sini!” kata ibu memperingatkan Tom. Sungguh sebetulnya ibu sangat kasihan melihat anaknya yang sudah terlihat lemas, menahan lapar berpuasa. Tetapi ibu sengaja tidak menyuruh Tom untuk membatalkan puasanya, tujuannya agar Tom terbiasa  kelak. Ya jelas, ada unsur pendidikan yang ingin ditanamkan sang ibu. Sengaja dia tidak memanjakan Tom kali ini, walau biasanya  beliau selalu memanjakan anaknya itu.
“Engga mau ah! Di sini saja! Kalau main-main sama teman, cape! Mending di sini, lihat ibu memasak!” begitu Tom berlasan. Sementara sang ibu meneruskan pekerjaannya, menanak nasi. Hingga muncullah pertanyaan dari Tom.
“Bu, tiap kali masak nasi buat berbuka nanti, berapa kg?” tanya Tom iseng.
“Mmm… ya paling juga 3/4 kg!  kata ibu sambil membersihkan beras yang akan dimasak,” jawab ibu santai.
“Kalau buat sahur masak nasinya berapa kg?”
“Mmm… biasanya sih sama, 3/4 kg juga!” kata Ibu, sambil di pikirannya dia bertanya-tanya mengapa anaknya menanyakan hal itu.
“Ada apa Tom? Kok nanya-nanya itu?” kali ini Ibu yang bertanya.
“Ya cuma nanya saja! Pengen tahu saja, barusan saya lihat ibu punya persediaan berasnya tinggal 1 karung kecil ukuran 25 kg.”
“Ooo… jadi kamu pengen tahu cukup untuk berapa hari lagi ya persediaan beras kita?” kata Ibu pada Tom. Tom hanya tersenyum.
***
Sambil menonton sang ibu memasak, Tom ternyata sibuk pula melakukan perhitungan tentang permasalahan tadi. Dalam pikirannya Tom berusaha memecahkan masalah yang menimbulkan rasa ingin tahunya tersebut. Bagi Tom, yang waktu itu baru belajar mengenal bilangan pecahan, masalah tadi bukanlah masalah yang mudah untuk diselesaikannya. Apalagi dia berusaha menyelesaikannya lewat perhitungan dalam kepala, tanpa menggunakan pensil dan kertas untuk menghitungnya.
Walau tidak mudah, Tom tidak berputus asa. Sambil duduk tangannya aktif bergerak-gerak, seperti menuliskan sesuatu di udara (tampaknya dia melakukan perhitungan). Setelah sekian lama melakukan perhitungan, sekitar 15 menit, Tom berhasil memecahkannya. Tapi, apakah Tom puas dengan yang sudah dilakukannya?
***
Menyaksikan Tom diam, tapi terlihat sedang berpikir, sang ibu hanya tersenyum. Dalam hatinya bersyukur sebab Tom bukan memikirkan makanan yang bakal menggodanya berpuasa, melainkan sedang belajar matematika secara tidak langsung. Ya, Tom belajar sesuatu yang digemarinya.
***
“Bu, saya sudah tahu, beras yang kita punya cukup untuk berapa hari. Tapi, kok ya perhitungan yang saya lakukan terlalu merepotkan. Apa ibu punya cara lain?” tanya Tom.
“Emangnya, perhitungan yang kamu lakukan bagaimana?” tanya ibu.
“Mmm… begini!” kata Tom, kemudian dia menjelaskan seperti berikut ini.
Hari pertama, 3/4 + 3/4 = 6/4   = 3/2 = 1,5 kg [sehingga beras tinggal 25 - 1,5 = 23,5 kg]
Hari kedua, 3/4 + 3/4 = 6/4 = 3/2 = 1,5 kg [sehingga beras tinggal 23,5-1,5 =22 kg]
….
dan seterusnya, hingga beras akan habis pada hari ke-17.
“Ooo.. begitu! Ya kalau begitu sih, lama. Ibu punya cara yang lebih cepat!”
“Bagaimana Bu?” tanya Tom penasaran.
Maka terjadilah diskusi yang menarik antara keduanya, hingga waktu berbuka puasa pun mendekat.
========================================================

Ya sudah sampai di sini saja ya jumpa kita kali ini. Mudah-mudahan artikel berbentuk cerita ini bermanfaat. Amin.

Mengusir Momok Matematika pada Anak


Gurat kecewa dan sedih tampak jelas di wajah Fia, 8 tahun. Penyebabnya, siswi kelas 2 di sebuah sekolah dasar di Kota Surabaya, Jawa Timur, itu baru saja menerima hasil ulangan mata pelajaran matematika. Dengan tak bersemangat, dia pun memberikan hasil ulangan itu kepada sang bunda. Ketika melihat nilai yang tertera pada kertas ulangan itu, sang ibu pun merasa kecewa. “Merah lagi,” ujarnya di dalam hati. Meski kecewa, sang ibu berusaha tetap membesarkan hati buah hatinya itu.
“Katanya mau jadi insinyur, kok matematikanya hanya dapat lima. Jangan malas belajar ya,” ujarnya. Sembari mengangguk lemah, Fia pun berlalu dari hadapan sang ibu. Sebenarnya, selain melaporkan hasil ulangan, Fia ingin meminta bantuan ibunya untuk mengerjakan soal-soal pekerjaan rumah (PR) matematika. Namun, niat itu diurungkannya karena khawatir ibunya yang sudah seharian bekerja bersikap tidak sabar ketika mengajari materi-materi dalam pelajaran matematika. Akhirnya, dia berusaha untuk mengerjakan PR itu sendiri.

Hasilnya memang sangat tidak maksimal. Dari 10 soal, Fia hanya mampu menjawab dua soal, itu pun belum tentu benar. Fia merasa, jangankan untuk menjawabnya, untuk mengerti arah pertanyaan soal itu saja dia tidak paham. Kesulitan yang dialami Fia ternyata dialami pula oleh sejumlah temannya di sekolah. Bisa jadi kondisi itu dirasakan pula oleh banyak anak SD di beberapa wilayah di Tanah Air.

Bukan rahasia lagi jika matematika yang merupakan salah satu ilmu dasar dari ilmu-ilmu eksakta lainnya dianggap sebagai mata pelajaran yang sulit bagi sebagian besar anak. Bahkan, kerap kali bidang studi yang satu itu menjadi momok bagi mereka. Menurut Rudi Cahyono, pakar psikologi anak dari Fakultas Psikologi, Universitas Airlangga, Surabaya, matematika sebagai objek abstrak yang mati bisa menimbulkan rasa takut pada anak, seperti objek yang ditemui dalam kehidupan sehari-hari semisal sabuk dan air.
“Benda-benda tersebut baru menimbulkan efek menakutkan ketika dilekatkan dengan pengalaman tertentu,” kata Rudi. Lebih lanjut,dia memaparkan, seorang anak bisa merasa takut melihat sabuk karena sering dihukum oleh orang tuanya dengan pukulan menggunakan sabuk. Bisa jadi pula anak takut pada air karena pernah terpeleset akibat menginjak genangan air atau tenggelam di kolam renang.
Kejadian itu dapat menyebabkan anak kaget dan terluka, bahkan trauma terhadap objek air tersebut. “Pada matematika, bisa saja si anak pernah trauma karena saat diminta maju untuk mengerjakan soal matematika di depan kelas, kebetulan dia tidak bisa menjawabnya sehingga mendapat teguran yang sifatnya tidak konstruktif dan diolok-olok teman- temannya. Bisa pula si anak sering dihukum oleh orang tua karena nilai matematikanya jelek,” jelas Rudi.
Menurut Rudi, ada beberapa komponen yang bisa berperan dalam pembentukan citra matematika pada benak seorang anak, di antaranya materi matematika, guru sebagai penyampai pelajaran, dan suasana belajar. Terkait dengan materi, tambah dia, matematika selalu identik dengan berhitung, padahal pelajaran itu mengakomodasi dua hal, yaitu berhitung dan berlogika. Dalam berlogika, tercakup logika ruang, logika bahasa, dan logika hitung.
Fokus yang berlebihan pada berhitung itu mendatangkan rasa sempit atas pilihan yang diberikan oleh matematika. Penyempitan tersebut diperparah dengan terbiasanya manusia lebih mengembangkan otak kiri sebagai tempat berpikir logika dan matematika. Kebiasaan menggunakan otak kiri juga mempersempit matematika dengan cara berpikirnya yang analisis serta linear sekuensial. Cara berpikir seperti itu menuntut kedisiplinan, ketelitian, dan ketajaman.
Fokus pada cara kerja otak kiri itu tentu saja akan membuat lelah, dan untuk beberapa anak dapat mendatangkan kejenuhan. Secara substantif, apabila dihubungkan dengan keyakinan anak pada matematika serta perlakuan ketika belajar di sekolah, anak akan merasa monoton, bosan, tidak tertarik, dan terkuras tenaganya.
Libatkan Otak Kanan
Hal itu sudah pasti memengaruhi minat anak-anak terhadap matematika. Padahal, anak memiliki kebutuhan untuk bermain dan bersenang-senang. Seni dan emosi berada di wilayah kerja otak kanan. Oleh karena itu, akan lebih menyenangkan jika pembelajaran matematika juga melibatkan otak kanan dengan mengaitkannya pada suatu hal yang menyenangkan. “Ujung dari sifat matematika adalah tuntutan pengembangan kreativitas dalam proses belajarnya.
Mengubah mindset tentang matematika merupakan hal yang terpenting,” ujar Rudi. Belakangan ini, banyak ditemui lembaga yang mengajarkan pelibatan otak kanan untuk pembelajaran matematika. Metode pembelajarannya kerap kali melibatkan berbagai metode bantu, seperti kuantum dan jari pintar. Metode bantu itu sebenarnya menggunakan otak kiri, namun memadukannya dengan bermain dan menggambar yang mengikutsertakan otak kanan.
Mengenai metode belajar matematika, Kepala Seksi Pendidikan Sekolah Dasar Dinas Pendidikan Jawa Timur, Nuryanto, mengatakan pihaknya hanya menetapkan kurikulum pelajaran. “Metode penyampaian sepenuhnya kami serahkan kepada sekolah dan guru,” ujar dia. Selain metode pembelajaran, faktor yang dapat memengaruhi minat murid dalam mempelajari matematika ialah guru.
Guru seharusnya menjadi teman belajar yang ramah dan menyenangkan sehingga murid merasa tertantang untuk mempelajari matematika. Guru juga dituntut untuk selalu berkreasi menciptakan metodemetode baru dan media agar murid menjadi lebih paham dan dengan senang hati terlibat dalam proses belajar mengajar. Bentuk kreativitas itu salah satunya memberikan pelajaran matematika di luar ruangan kelas, seperti halnya pelajaran seni tari dan seni lukis. Hal itu dapat menimbulkan suasana rileks bagi para pelajar.
Budi Utomo, Kepala SDN Mojo VIII, Karang Menjangan, Surabaya, menambahkan kebanyakan guru zaman sekarang hanya menyampaikan pelajaran dengan metode konvensional sehingga anak cenderung menghapal. Sekitar 40 sampai 50 persen anak, kata Budi, mengalami kesulitan dalam pelajaran berhitung, terutama dalam memahami soal cerita. Hal itu dikarenakan sebelumnya, dalam soal hitungan yang konkret, anak cenderung menghapal.
“Apabila anak merasa soal yang dihadapinya sulit, dia akan malas membaca soal sampai tuntas, apalagi mencoba mengerjakannya,” ujar dia. Oleh karena itu, diperlukan adanya metode bantu untuk merangsang nalar anak agar bisa membayangkan soal cerita. Meski faktor guru memegang peranan penting dalam keberhasilan pembelajaran matematika, faktor orang tua sebagai pendidik di rumah juga tidak dapat dinafikan begitu saja. Menurut Rudi, cara orang tua mendidik, memberikan penghargaan, atau menghukum akan memengaruhi prestasi anak.

Artinya, untuk meningkatkan kemauan belajar anak dalam mempelajari matematika, diperlukan dukungan penuh dari banyak pihak, terutama guru dan orang tua.
SB/L-2